Catatan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dari Cost Overrun hingga Indikasi Korupsi

Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mengalami pembengkakak biaya atau cost overrun.

Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan antara biaya anggaran awal di awal perencanaan dan biaya aktual dalam proses penyelesaiannya saat ini.

Dalam catatan Tempo pada Senin 2 Agustus 2022, kebutuhan pembangunan proyek berskala jumbo tersebut estimasinya menggendut sejumlah US$1,1-1,9 miliar dari perhitungan awal atau sekitar Rp16,3 triliun atau setara dengan Rp28,2 triliun dengan asumsi kurs Rp14.800.

Adapula beberapa fakta menarik lainnya mengenai pembanguna KCJB.

Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa fakta yang telah disarikan, hingga saat ini.

Awal mula Rencana Pembangunan Kereta Cepat Awalnya Direktur Transportasi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Prihartono merencanakan pembangunan kereta cepat ini dibuat dengan rute Jakarta-Surabaya pada 2008.

Proyek ini sendiri tersebut digagas oleh Bappenas bersama dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Namun, rute tersebut membutuhkan dana yang sangat besar, maka Bappenas mengubah rute menjadi Jakarta-Bandung.

Bukan hanya karena alasan dana, tetapi Bappenas mengestimasi bahwa rute ini akan meningkatkan kedua kota dan daerah yang ada di sekitarnya.

Proyek ini mulai masuk pada masa pembangunan pada 21 Januari 2016.

Hal ini juga ditandai dengan peletakan batu pertama.

Saat itu, proyek kereta cepat ini sudah masuk ke dalam proyek strategis nasional.

Lalu pada Maret 2021, pemerintah melakukan kelayakan ekonomi yang adikerjakan oelh JICA atas permintaan SBY dan akhirnya proyek ini mulai dieksekusi di msa pemerintahan Joko Widodo.

Setelaj Jokowi menyutujui proyek tersebut, Ditemukan Adanya Korupsi Pada 2 Juli 2022, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun buka-bukaan atas penyebab utama cost overrun.

Menurutnya, salah satu penyebabnya karena maraknya kasus korupsi yang terjadi di perusahaan pelat merah.

Hal tersebut disebabkan lantaran banyak direksi yang mainkan peran ganda antara ekonomi dan pelayanan publik, serta mencampurkanadukan keduanya demi kepntingan masing-masing.

Dalam pernyataan yang disebutkan Erick, sudah ditemukan 53 kasus korupsi oleh oknum yang ada di BUMN dalam beberapa tahun belakangan.

Akibatnya dapat merugikan negara, khususnya dalam proyek sistem transportasi kereta cepat.

Progres Sudah Mencapai 84 Persen Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China Dwiyana Slamet Riyadi, mengatakan bahwa progres pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) secara keseluruhan telah mencapai 84 persen.

Menurutnya, proyek tersebut masih berjalan sesuai target yang direncanakan, Target yang dicapai dari proyeke KCJB sudah mulai dapat beroperasi pada Juni 2023.

Hal ini juga sejalan dengan perkembangan terbaru dalam tembusnya terowongan atau tunnel 2 pada 17 Juni 2022.

Sementara sebanyak 13 terowongan yang berada di proyek KCJB juga berhasil ditembus sebelumnya.

Dapat Suntikan Dana Hingga Triliunan Sebelum dana yang bengkak dalam pembuatan kereta cepat, proyek ini diketahui telah mendapatkan suntikan dana Penanaman Modal Negara (PMN) senilai Rp4,2 triliun di tahun 2021, bahkan lebih.

Dengan perkiraan biaya awal pembangunannya sebesar US$6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun.

Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mulai meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 dengan mengatur pelaksanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ) pada 6 Oktober 2021.

Perpres ini menggantikan Perpres 107 Tahun 2015.

Melansir Koran Tempo, proyek kereta cepat ini diperkirakan terus membengkak dengan tambahan dana sebesar Rp27,2 triliun.

Lalu karena dana suntikan telah mulai tandas, maka PT Kereta Api Indonesia meminta dana kembali sekitar 4,1 trilliun.

Sederet Kasus Selama Pembuatan Masyarakat Indonesia pernah dihebohkan karena robohnya pilar penyangga yang menimpa eskavator padalokasi proyek kereta cepat di kawasan DK 46, Jawa Barat, pada Kamis 9 Desember 2021.

Pihak KCIC pun mengakui adanya kesalahan dalam pemasangan tiang di lokasi tersebut.

Setahun sebelum kejadian itu, ada pula perbincangan karena insiden kebakaran pipa gas Pertamina di pinggir Jalan Tol Purbaleunyi di KM130.

Lalu proyek ini juga diduga berdampak pada lingkungan sekitar seperti banjir yang melanda Tol Padaleunyi.

Diduga karena fungsi drainase yang tidak memadai.

FATHUR RACHMAN Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Tinggalkan Balasan