Tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW kembali digelar secara terbuka oleh Keraton Yogyakarta tahun ini.
Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X pun turut kembali hadir, terutama saat prosesi Miyos Dalem yang dipusatkan di Masjid Gedhe Kauman, Jumat petang, 7 Oktober 2022.
Hadirnya Sultan dalam prosesi itu untuk menyebar udhik-udhik atau simbol sedekah raja kepada rakyat, yang terdiri dari beras, bunga dan uang logam.
Udhik-udhik itu disebarkan kepada masyarakat dan pengrawit Gamelan Sekati di Masjid Gedhe.
“Pembagian udhik-udhik oleh Ngarsa Dalem (Sultan HB X) dilakukan di Pagongan Kidul, Pagongan Lor dan di dalam Masjid Gedhe,” kata Utusan Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Widyacandra Ismayaningrat.
Hadirnya Sultan dalam prosesi Miyos Gongso untuk menyebar udhik-udhik ini menjadi momen pertama yang dilakukannya semenjak pandemi Covid-19 melanda DIY.
Sebab, sejak Covid-19 menerjang Yogyakarta Maret 2020, segala prosesi tradisi Keraton tak digelar untuk umum dan hanya dilakukan simbolis terbatas di dalam Keraton demi mencegah penularan virus meluas.
Setelah menyebar udhik-udhik itu, Sultan mendengarkan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW dengan mengenakan sumping bunga melati di telinga.
Pengenaan sumping ini sebagai perlambang seorang raja atau pemimpin akan selalu mendengarkan keluh kesah rakyatnya.
Dalam rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW oleh Keraton Yogyakarta itu juga digelar berbagai prosesi, termasuk Paringan Dalem Ubarampe Pareden (pemberian hasil bumi gunungan) pada Sabtu, 8 Oktober pagi di Pendapa Wiyatapraja, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.
Ubarampe tersebut terdiri dari dua bokor (kendi) yang diterima secara simbolis Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji.
“Total jumlah pareden yang dibagikan Keraton ada 2.800 pareden, yang telah dibagikan kepada Abdi Dalem Keraton Yogyakarta juga Pura Pakualaman,” kata Aji.
Aji menuturkan pemberian pareden tersebut sebagai lambang tanda cinta raja kepada masyarakat.
Pareden yang dibagikan tersebut sejatinya hanya sebagai simbolisasi, berbeda dengan pelaksanaan Garebeg pada umumnya.
“Karena masih dalam suasana Covid-19, pareden ini untuk simbolisasi sebagai wujud dari berkah, berbeda dengan wujud pareden (gunungan utuh) yang sesungguhnya, hanya maknanya tetap sama,” kata Aji.
Selain itu, dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW kali ini, masyarakat bisa kembali melihat prosesi khusyuk seperti tradisi Kondur Gangsa di Masjid Gedhe Kauman pada 7 Oktober 2022.
Prosesi ini menjadi penanda berakhirnya Hajad Dalem Sekaten yang telah dimulai Keraton sejak Sabtu, 1 Oktober 2022.
Dalam prosesi Kondur Gangsa ini abdi dalem Keraton memanggul Gamelan Sekati (Kanjeng Kiai Gunturmadi dan Kanjeng Kiai Nagawilaga) dari Masjid Gedhe Kauman untuk dikembalikan ke dalam keraton dan diletakkan kembali di Kagungan Dalem Bangsal Trajumas.
Terdapat lima bregada prajurit yang mengiringi prosesi Kondur Gangsa ini yakni Wirabraja, Patangpuluh, Ketanggung, Mantrijero dan Nyutra.
Wakil Penghageng Kawedanan Keprajuritan Keraton Yogyakarta KRT Wiraningrat mengatakan para bregada itu berfungsi untuk mengontrol kerumunan.
“Selain mengiringi prosesi keluar masuknya gamelan, para bregada ini juga bertugas menjaga keamanan dan mengatur kerumunan masyarakat agar prosesi berjalan tertib dan lancar,” kata dia.
Wiraningrat mengatakan tahun ini ada beberapa perubahan tatanan, khususnya pada paraga dan pengageman atau pakaian adat prosesi.
Sebelumnya, paraga untuk mengusung gangsa (gamelan) atau kanca gladag dan kanca bekaken yang membawa lilin biasanya dari masyarakat umum.
Namun tahun ini, paraga-nya diganti menjadi prajurit bregada.
Selain itu, untuk kapten atau wedana yang biasanya memakai busana peranakan dan iket/udeng, sekarang diubah menjadi memakai busana beskap hitam dan kuluk.